Sebuah gambaran tentang rangkaian
proses untuk melanjutkan kreativitas bermusik. Itulah mungkin untaian kalimat
yang tepat mendefinisikan kenapa The Triangle ini terbentuk. Berdiri pada
pertengahan 2011, The Triangle merupakan proyek bermusik terbaru dari Riko
Prayitno (bass)
selepas Mocca memutuskan vakum pada Juli lalu. Dari situlah kelompok musik ini
dilahirkan. Berasal dari latar belakang musik yang berbeda namun disatukan oleh
rasa yang sama. Embrio terbentuknya The Triangle bermula dari acara regular
open mic di cafĂ© Beat N Bite setiap Jum’at malam. Riko Prayitno bertemu dengan
Cil (gitar dan vokal), seorang yang kerap tampil jamming di acara open mic yang
dikelola Riko. Secara tidak sadar, dibentuk atas rasa dan minat terhadap musik
yang sama, Riko dan Cil pun memutuskan untuk memulai proyek bermusik baru yang
lebih serius.
The Triangle, nama yang diberikan
setelah Riko dan Cil mengajak Fikri (gitaris Vincent Vega) untuk turut
bergabung sebagai gitaris tambahan. Formasi trio ini pula yang melengkapi
formasi inti Triangle. Tak ada makna semantik atau filosofis dibalik pemilihan
nama The Triangle, selain karena bahwa band ini dimotori oleh tiga orang. Pada
awalnya, Triangle dibentuk sebagai band trio dengan format akustik. Seiring
waktu berjalan, kebutuhan lagu membuat mereka merombak format trio. Hingga
sekarang The Triangle dibantu oleh beberapa additional player yaitu Koi (drum)
yang juga penggebuk grup band Ansaphone, Agung (keyboard), Tommy (trumpet), dan
Dian (trombone). Formasi lengkap inilah yang menjadikan musik indie rock The
Triangle menjadi kaya dan megah. Musik Triangle sendiri dilahirkan dari
perpaduan karakter bermusik tiap personil yang diikat oleh apa yang disampaikan
melalui untaian kata-kata yang diungkapkan oleh sang vokalis.
Dengan warna musik yang kental dengan
musik indie-rock dan gitar akustik, The Triangle banyak dipengaruhi oleh referensi
musik alternative rock atau indie-rock yang luas semacam Radiohead, Smashing
Pumpkins, The National, hingga Snow Patrol. Secara kebetulan materi-materi lagu
yang dibuat Riko tidak terpakai oleh Mocca karena materi lagunya yang gelap dan
galau. Materi-materi lagu itu pula yang menjadikan warna musik yang cocok buat
The Triangle. Musik yang kelam namun melodius. Musik dengan balutan gelap namun
dikemas elegan. Hasilnya, kita akan disuguhi oleh musik yang dibuat oleh sebuah
proses bersama yang mereka sebut: “Masculine, sophisticated, grande, technical,
and melodious”
The Triangle sedang menyiapkan
sebuah album baru, yang menandakan eksistensi mereka di dunia musik Indonesia.
Mengisi kekosongan musik indie-rock berkualitas di negeri ini, The Triangle
sedang mempersiapkan materi-materi lagu yang terinspirasi dari lirik-lirik
bertemakan alienasi atau keterasingan. Salah satu gebrakan terbarunya yaitu
single pertama mereka “How Could You”.
The Triangle tidak berusaha untuk
menyempitkan musik mereka pada satu genre tertentu. Mereka membebaskan kepada
telinga pendengar untuk mengapresiasi dan menafsirkan musik The Triangle apa adanya.
The Triangle hanya berusaha untuk mendefinisikan bahwa memberi warna baru di musik
Indonesia lewat musik indie-rock berkualitas yang belum banyak di negeri ini.
Single How Could
You mulai bisa di unduh secara gratis pada hari Jumat, 14 Oktober 2011
melalui website www.thetriangleband.com.
(Idharezz)
The
Triangle are:
Riko - bass
Cil - gitar dan vokal
Fikri - gitar
Website :
twitter.com/triangle_band
Contact
Person:
Vira Yudha : 0818622344
Media
relations :
Wansky : 083823146146
No comments:
Post a Comment